Kegoncangan Hati; Pelajaran dari Kisah Khaulah

Keharmonisan pasangan suami isteri seyogiyanya mampu bertahan sepanjang hayat karena menjadi bagian dari ajaran Islam yang mulia. Keharmonisan rumah tangga adalah harapan semua muslim, karena merupakan salah satu tujuan dirangkainya dua pasangan yang dihalalkan untuk memadu kasih dan cinta. Perpaduan antara cinta dan harmoni seakan menjadi menu utama yang wajib dimiliki pasangan suami isteri untuk menggapai kebahagiaan.

Memang idealisme keharmonisan rumah tangga mustahil akan terwujud tanpa adanya landasan iman yang kokoh. Hal ini kita bisa menelaah dari kasus perceraian di negeri kita Indonesia, sebagaimana dirilis kementerian Agama pada September 2013. Angka perceraian di Indonesia tiap tahunnya terus meningkat. Setiap tahunnya bisa mencapai 212.000 kasus. Secara gamblang Wakil Menteri Agama Nasaruddin Umar menegaskan bahwa "Angka tersebut jauh meningkat dari 10 tahun yang lalu, yang mana jumlah angka perceraian hanya sekitar 50.000 per tahun.” Pihaknya pun merasa prihatin dengan tingginya angka perceraian tersebut. Apalagi, lanjut dia, hampir 80 persen yang bercerai adalah rumah tangga yang usianya terbilang muda.

Dalam perjalanan sejarah kenabian Muhammad, pernah dijumpai sebuah kisah yang patut menjadi ibroh bagi keluarga Muslim. Singkat cerita, suatu ketika berdo’alah seorang Isteri yang sudah mulai menua dengan merintih mengadu kepada Allah, “Masa mudaku telah berlalu. Perutku telah keriput. Aku telah tua bangka dan tidak akan melahirkan anak lagi, sedang suamiku men-zihar-ku. Allahumma (ya Allah), aku mengadu kepada-Mu.” Terus dan terus.. berdoa dengan penuh pengaduan akan sakit hatinya setelah mendapatkan perlakuan yang menyakitkan dari sang suami.

Siapa wanita yang mengadu tersebut? Dia adalah Khaulah binti Tsa´labah yang Telah dizhihar oleh suaminya Aus ibn Shamit, yaitu dengan mengatakan kepada isterinya: Kamu bagiku seperti punggung ibuku dengan maksud dia tidak boleh lagi menggauli isterinya, sebagaimana ia tidak boleh menggauli ibunya.

Kisah kegoncangan keluarga Khaulah tersebut diriwayatkan oleh Al Hakim yang bersumber dari Aisyah. Siti ‘Aisyah berkata: “Maha suci Allah yang pendengaran-Nya meliputi segala sesuatu. Aku mendengar Khaulah binti Tsa’labah mengadu tentang suaminya (Aus bin Ash-Shamit) kepada Rasulullah saw. Akan tetapi aku tidak mendengar seluruh pengaduannya, hingga terdengar lah rintihan Khaulah mengadukan sakit hatinya kepada Allah ketika melaporkan kasus suaminya kepada Rasul.

Tiada henti-hentinya Khaulah mengadu, sehingga turunlah Jibril membawa wahyu kepada Rasulullah yakni turunnya surah al-Mujadalah :1-6 dalam Al Quran, yang melukiskan bahwa Allah Mendengar pengaduannya, Menetapkan hukum zihar, serta melarang berbuat zihar. Secara rinci ayat-ayat tersebut adalah :
  1. Sesungguhnya Allah telah mendengar Perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha melihat.
  2. orang-orang yang menzhihar isterinya di antara kamu, (menganggap isterinya sebagai ibunya, padahal) Tiadalah isteri mereka itu ibu mereka. ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. dan Sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu Perkataan mungkar dan dusta. dan Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.
  3. orang-orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, Maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
  4. Barangsiapa yang tidak mendapatkan (budak), Maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak Kuasa (wajiblah atasnya) memberi Makan enam puluh orang miskin. Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. dan Itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang kafir ada siksaan yang sangat pedih.
  5. Sesungguhnya orang-orang yang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, pasti mendapat kehinaan sebagaimana orang-orang yang sebelum mereka telah mendapat kehinaan. Sesungguhnya Kami telah menurunkan bukti-bukti nyata. dan bagi orang-orang kafir ada siksa yang menghinakan.
  6. pada hari ketika mereka dibangkitkan Allah semuanya, lalu diberitakan-Nya kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Allah mengumpulkan (mencatat) amal perbuatan itu, Padahal mereka telah melupakannya. dan Allah Maha menyaksikan segala sesuatu.
Dalam adat masyarakat Jahiliyah Quraisy, kalimat zhihar seperti itu sudah sama dengan menthalak isteri. Maka Khaulah mengadukan hal itu kepada Rasulullah s.a.w. Rasulullah menjawab, bahwa dalam hal Ini belum ada Keputusan dari Allah. dan pada riwayat yang lain Rasulullah mengatakan: Engkau Telah diharamkan bersetubuh dengan dia. lalu Khaulah berkata: Suamiku belum menyebutkan kata-kata thalak Kemudian Khaulah berulang kali mendesak Rasulullah supaya menetapkan suatu Keputusan dalam hal ini, sehingga Kemudian turunlah ayat-ayat tersebut.

Dari pengalaman kisah Khaulah, dan seputar turunnya ayat ayat Al Mujadalah tersebut dapat kita ambil pelajaran betapa Islam sungguh sangat menjaga kehormatan harkat dan martabat kaum wanita. Sedikit pun kita lalai akan ayat-ayat ini, maka bisa tergelincir dalam kealpaan. Maka berhati-hatilah dalam berucap, dalam bertutur kata kepada sang isteri, jangan sampai ada kata-kata yang sering menyinggung dan menyakiti hatinya. Sayangilah selalu isteri-isteri kita. []
Share
 
Copyright © 2015. SUPARTI [Suara Patriot Indonesia].
Design by Herdiansyah Hamzah. Published by Themes Paper. Powered by Blogger.
Creative Commons License